Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 14 februari 2012, dunia ini khususnya bagi kaum muda dimana-mana diramaikan dengan istilah Hari Valentine. Apa sih Hari valentine itu? Bagaimanakah sejarahnya? Dan bagaimanakah hukum kita sebagai seorang muslim untuk merayakannya? Mari kita cari tahu bagaimanakah sesuatu yang real dari fenomena ini.
Sejarah Singkat Valentine
Ensiklopedia Katolik menyebutkan bahwasannya ada tiga versi tentang Valentine, tetapi versi paling mashur adalah cerita tentang Pendeta St.Valentine yang hidup diakhir abad ke-3 masehi di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati St.Valentine yang telah menentang perintah-perintahnya.
Raja Romawi Claudius II melihat St.Valentine mengajak manusia kepada agama Nashrani lalu dia memerintahkan untuk menangkap dan menghukum mati St.Valentine.
Dalam versi kedua, Claudius II memandang para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah tentang larangan menikah. Akan tetapi pada saat itu St.Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi, tetapi lama-kelamaan akhirnya diketahui juga dan akhirnya St.Valentine dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan St.Valentine jatuh cinta kepada putri seorang penjaga penjara tersebut. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan “Dari yang tulus cintanya, Valentine.” Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nashrani bersama 46 kerabatnya.
Versi ketiga menyebutkan ketika agama Nashrani tersebar di Eropa, disalah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam tradisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak tersebut, dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan “dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini.” Akibat sulitnya menghilangkan tradisi Romawi ini, para pendeta memutuskan mengganti kalimat “dengan nama tuhan Ibu” dengan kalimat ” dengan nama Pendeta Valentine” sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nashrani.
Versi lain mengatakan St.Valentine ditanya tentang Atharid, tuhan perdagangan, kefasihan, makar dan pencurian, dan Jupiter, tuhan orang Romawi yang terbesar. Maka dia menjawab tuhan-tuhan tersebut buatan manusia dan bahwasanya tuhan yang sesungguhnya adalah Isa Al Masih, oleh karenanya ia dihukum mati. Maha Tinggi Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang dzalim tersebut.
Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri sebenarnya tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan saat ini beredar kartu-kartu perayaan keagamaan ini dengan gambar anak kecil yang disebut cupid (berarti: the desire), yaitu si bayi bersayap putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari dengan dua sayap terbang sambil mengarahkan anak panah ke gambar hati yang sebenarnya itu merupakan lambang tuhan cinta bagi orang-orang Romawi. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri.
Hukum Valentine Dimata Islam
Tidak selayaknya bagi kita kaum muslimin meniru ritual agama lain yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur’an, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra’ : 36). Lalu dalam Al Maidah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga mengingatkan, “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Kalau Allah dan RasulNya sudah berkata tidak untuk sesuatu, maka haram bagi kita untuk mengikuti sesuatu itu. Jangankan mengikuti, mendekatinya pun tidak boleh. Kalau memberi ucapan selamat? Itu sama aja tidak boleh. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Karena berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh.”
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan dalam fatwanya bahwa merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: Pertama, ia merupakan hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari’at Islam. Kedua, ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya. Wallahu a’lam.