Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Maret 2013

TUJUH DAHAN POHON SEBAGAI PERBANDINGAN HATI ORANG YANG BERIMAN



Dari Abu Bakar Ar Raazi, bahwa dia berkata: "Iman di dalam hati orang yang beriman itu seperti pohon yang mempunyai tujuh dahan.
1.      Dahan yang berpangkal di dalam hati dan buahnya adalah kemauan yang sehat.
2.      Dahan yang berpangkal di lisan dan buahnya ialah kata-kata yang benar.
3.      Dahan yang berpangkal di kedua kaki dan buahnya ialah suka mendatangi shalat berjamaah.
4.      Dahan yang berpangkal di kedua tangannya dan buahnya ialah suka memberikan sedekah.
5.      Dahan yang berpangkal di kedua matanya dan buahnya ialah melihat kepada tetesan air mata, sebagai teladan.
6.      Dahan yang berpangkal pada perutnya dan buahnya ialah makan yang halal dan meninggalkan yang syubhat.
7.      Dahan yang berpangkal pada jiwanya dan buahnya ialah meninggalkan nafsu syahwat.
Wallahu A'lam.

MASUK SURGA KARENA TIDAK DENGKI

Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: Saat itu kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda: "Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni surga."
Lalu datanglah kepada kami seorang pria dari golongan kaum Anshar yang janggutnya basah kena air wudhu dan kedua alas kakinya dibawa oleh tangannya yang sebelah kiri. Keesokan harinya beliau bersabda dengan sabda yang serupa, lalu datang orang itu lagi sebagaimana datang pertama kali. Begitu pula pada hari ketiga beliau bersabda dengan sabda yang sama pula, lalu datang orang itu seperti keadaan pertama. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW berdiri, maka Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengikuti orang tersebut (untuk melihat apa yang dikerjakan agar dapat diteladani).
Abdullah berkata (kepada orang tersebut): "Sungguh aku bertengkar dengan ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk ke rumah selama tiga hari, jika engkau mempersilakanku menginap di rumahmu selama itu, maka akan aku lakukan." Ia menjawab: "Ya". Anas berkata: "Selanjutnya Abdullah menginap di rumahnya selama tiga malam berturut-turut untuk memperhatikan apa yang dilakukan orang itu. Abdullah bin Amr tidak pernah melihatnya bangun malam, hanya saja jika ia terjaga atau membalikkan badan dalam tidurnya ia menyebut nama Allah SWT, dan bertakbir kepada Allah SWT lalu sampai ia bangun untuk shalat Subuh. Abdullah berkata: "Hanya saja aku tidak pernah mendengar darinya kecuali yang baik."
Setelah berlalu tiga hari, dan aku hampir mencela perbuatannya (memperhatikan orang tersebut), aku berkata: "Wahai hamba Allah, sebenarnya aku dan ayahku tidak bertengkar, tidak juga saling mendiamkan, tapi aku mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda tentangmu sampai tiga kali: ‘Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni surga’, lalu engkaulah yang muncul saat itu, maka aku ingin di rumahmu agar aku bisa melihat perbuatanmu sehingga aku bisa meneladaninya, namun aku tidak melihatmu melakukan banyak amal, lalu apa sebenarnya yang menjadikan dirimu seperti apa yang disabdakan Rasulullah SAW tentangmu?"
Orang itu menjawab: "Tidak ada yang aku lakukan, kecuali seperti apa yang engkau lihat." Abdullah berkata: Ketika aku hendak pergi ia memanggilku dan ia berkata: "Aku tidak melakukan apa-apa, kecuali seperti apa yang kamu lihat, hanya saja aku tidak pernah menemukan dalam diriku kebencian terhadap seorang pun di antara kaum muslimin dan tidak pernah mendengki kepada seeorang karena kebaikan yang Allah berikan kepadanya", maka berkata Abdullah: "Itulah yang menyebabkan kamu seperti apa yang Rasulullah sabdakan, dan sikap seperti itulah yang tidak mampu kami lakukan." (HR. Ahmad).
Wallahu A’lam.

Kamis, 03 Januari 2013

UMAR BIN KHATAB PUN MENANGIS

Pernahkah anda membaca dalam riwayat akan Umar bin Khatab menangis? Umar bin Khatab terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan maupun kawan. Bahkan konon, dalam satu riwayat, Nabi menyebutkan kalau Syaitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatu jalan, maka Syaitan pun menghindar lewat jalan yang lain.
Terlepas dari kebenaran riwayat terakhir ini, yang jelas keperkasaan Umar sudah menjadi buah bibir di kalangan umat Islam. Karena itu kalau Umar sampai menangis tentulah itu menjadi peristiwa yang menakjubkan.
Mengapa "singa padang pasir" ini sampai menangis? Umar pernah meminta izin menemui Rasulullah SAW. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk didekatnya. Aku tidak sanggup menahan tangisku.
Rasul yang mulia bertanya, "Mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas berbantalkan sutera".
Nabi berkata, "Mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya."
Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara; tempat berteduh sejenak, untuk kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.
Ketika anda pergi ke Belanda, biasanya pesawat akan transit di Singapura. Atau anda pulang dari Saudi Arabia, biasanya pesawat mampir sejenak di Abu Dhabi. Anggap saja tempat transit itu, yaitu Singapura dan Abu Dhabi merupakan dunia ini. Apakah ketika transit anda akan habiskan segala perbekalan anda? Apakah anda akan selamanya tinggal di tempat transit itu?
Ketika anda sibuk shopping ternyata pesawat telah memanggil anda untuk segera meneruskan perjalanan anda.
Ketika sedang terlena dan sibuk dengan dunia ini, tiba-tiba Allah SWT memanggil anda pulang kembali ke sisi-Nya. Perbekalan anda sudah habis, tangan anda penuh dengan bungkusan dosa anda, lalu apa yang akan anda bawa nanti di padang Mahsyar.
Oleh kaerena itu, kita sebagai hamba Allah SWT, kita harus menyisakan kesenangan di dunia ini, meski hanya beberapa waktu untuk bekal anda di akhirat.
Dalam tujuh hari seminggu, mengapa tak anda tahan segala nafsu, rasa lapar dan rasa haus paling tidak dua hari dalam seminggu. Lakukan ibadah puasa Senin-Kamis. Dalam dua puluh empat jam sehari, mengapa tak anda sisakan waktu barang satu-dua jam untuk sholat dan membaca Al-Qur'an. 8 jam waktu tidur, mengapa tidak kita curi 15 menit saja untuk sholat tahajud.
"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," saran Nabi ketika ada sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akhirat, "air yang ada di jarimu itulah dunia, sedangkan sisanya adalah akhirat".
Wallahu A’lam.

SEPULUH TAUSIYAH UMAR BIN KHATTAB R.A.

Umar r.a. berkata : Ada sepuluh hal yang tidak akan sempurna kecuali bila didukung sepuluh hal lainnya, yaitu:
  1. Akal tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan sifat wara’.
  2. Amal tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan ilmu.
  3. Kesuksesan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan rasa takut kepada Allah.
  4. Kekuasaan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai keadilan.
  5. Kemuliaan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan kesopanan.
  6. Kegembiraan tidak akan sempurna, kecuali disertai dengan keamanan.
  7. Kekayaan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan kedermawanan.
  8. Kefakiran tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan qana’ah.
  9. Kemuliaan nasab tidak akan sempurna, kecuali bila disertai dengan kerendahan hati.
  10. Jihad tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan taufiq."
(Dikutip dari Nashaihul Ibad, Imam Nawawi Al-Bantani)

KISAH NABI MUSA DAN NABI KHIDIR

Berikut ini kami tuliskan sebuah kisah dari Nabi Musa dan Nabi Khaidir Alaihissalam. Kisah ini dituliskan pada surah Al-Kahfi, surah yang disunnahkan oleh Rasulullah pada malam jum'at dan hari jum'at.
Dari Ubay bin Ka’ab, Rasulullah bersabda, “Pada suatu ketika Musa berbicara di hadapan Bani Israil, kemudian ada seseorang yang bertanya, ‘Siapakah orang yang paling pandai itu?’ Musa menjawab, ‘Aku.’
Dengan ucapan itu, Allah mencelanya, sebab Musa tidak mengembalikan pengetahuan suatu ilmu kepada Allah. Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa, ‘Sesungguhnya Aku memiliki seorang hamba yang berada di pertemuan antara laut Persia dan Romawi, hamba-Ku itu lebih pandai daripada kamu!’
Musa bertanya, ‘Ya Rabbi, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya?’ Maka dijawab, “Bawalah seekor ikan yang kamu masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan itu menghilang maka di situlah hamba-Ku itu berada!’
Kemudian Musa pun pergi. Musa pergi bersama seorang pelayan bernama Yusya’ bin Nun. Keduanya membawa ikan tersebut di dalam suatu tempat hingga keduanya tiba di sebuah batu besar. Mereka membaringkan tubuhnya sejenak lalu tertidur. Tiba-tiba ikan tersebut menghilang dari tempat tersebut. Ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut. Musa dan pelayannya merasa aneh sekali.
Lalu keduanya terus menyusuri dari siang hingga malam hari. Pada pagi harinya, Musa berkata kepada pelayannya,
آتِنَا غَدَاءنَا لَقَدْ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَذَا نَصَباً
“Bawalah ke mari makanan kita. Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (QS. Al-Kahfi: 62)
Musa berkata,
ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصاً
“Itulah tempat yang kita cari,’ lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.” (QS. Al-Kahfi: 64)
Setibanya mereka di batu tersebut, mereka mendapati seorang lelaki yang tertutup kain, lalu Musa memberi salam kepadanya

Khidir (orang itu) bertanya, ‘Berasal dari manakah salam yang engkau ucapkan tadi?’ Musa menjawab, ‘Aku adalah Musa.’ Khidir bertanya, ‘Musa yang dari Bani Israil?’ Musa menjawab, ‘Benar!’
هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْد. قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً
“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (QS. Al-Kahfi: 66–67)
Khidir berkata, ‘Wahai Musa, aku ini mengetahui suatu ilmu dari Allah yang hanya Dia ajarkan kepadaku saja. Kamu tidak mengetahuinya. Sedangkan engkau juga mempunyai ilmu yang hanya diajarkan Allah kepadamu saja, yang aku tidak mengetahuinya.’
Musa berkata,
سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ صَابِراً وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْراً
“Insya Allah, kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.” (QS. Al-Kahfi: 69)
Kemudian, keduanya berjalan di tepi laut. Tiba-tiba lewat sebuah perahu. Mereka berbincang-binc­ang dengan para penumpang kapal tersebut agar berkenan membawa serta mereka. Akhirnya, mereka mengenali Khidhir, lalu penumpang kapal itu membawa keduanya tanpa diminta upah.
Tiba-tiba, seekor burung hinggap di tepi perahu itu, ia mematuk (meminum) seteguk atau dua kali teguk air laut. Kemudian, Khidhir memberitahu Musa, ‘Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu tidak sebanding dengan ilmu Allah, kecuali seperti paruh burung yang meminum air laut tadi!’
Khidhir lalu menuju salah satu papan perahu, kemudian Khidhir melubanginya. Melihat kejanggalan ini Musa bertanya, ‘Penumpang kapal ini telah bersedia membawa serta kita tanpa memungut upah, tetapi mengapa engkau sengaja melubangi kapal mereka? Apakah engkau lakukan itu dengan maksud menenggelamkan penumpangnya?’
Khidhir menjawab,
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً. قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْراً
“Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku.’ Musa berkata, ‘Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku.” (QS. Al-Kahfi: 72–73)
Itulah sesuatu yang pertama kali dilupakan Musa, kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Keduanya bertemu dengan seorang anak laki-laki sedang bermain bersama kawan-kawannya.­ Tiba-tiba Khidhir menarik rambut anak itu dan membunuhnya.
Melihat kejadian aneh ini, Musa bertanya,
أَقَتَلْتَ نَفْساً زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئاً نُّكْراً
“Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.” (QS. Al-Kahfi: 74)
Khidhir menjawab,
أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِي صَبْراً
“Bukankah sudah aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” (QS. Al-Kahfi: 75)
Maka, keduanya berjalan. Hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh.
فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْر. قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَّلَيْهِ صَبْراً
“Khidhir berkata bahwa, melalui tangannya, dia menegakkan dinding itu. Musa berkata, ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.’ Khidhir berkata, ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu.” (QS. Al-Kahfi: 77–78).
Semoga Allah menganugerahkan­ rahmat kepada Musa ‘alaihis salam. Tentu, kita sangat menginginkan sekiranya Musa dapat bersabar sehingga kita memperoleh cerita tentang urusan keduanya.” (HR. Al-Bukhari no. 122 dan Muslim no. 2380)
Pelajaran yang dapat dipetik:
1.      Orang yang pandai dan terhormat boleh meminta orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhannya.
2.      Anjuran untuk tawadhu’ dan tidak sombong karena kepandaiannya, dan jika ditanyakan kepadanya, “Siapa orang yang paling pandai?” Hendaknya menjawab, “Allahu a’lam (Allah yang lebih mengetahui).”
3.      Kewajiban melaksanakan ajaran yang telah disyariatkan sekalipun akal tidak mampu mencernanya.
4.      Anjuran safar dalam thalabul ilmi (menuntut ilmu agama, ed).
5.      Anjuran untuk bersopan santun dengan para ulama dan orang yang lebih tua.
6.      Ketetapan adalah karamah para wali.
7.      Diperbolehkan meminta makanan jika memang membutuhkan.
8.      Diperbolehkan menempuh perjalanan dengan berlayar, dan diperbolehkan meminjam kendaraan, menempati rumah, atau memakai pakaian kawannya tanpa memberi imbalan, jika pemiliknya ridha.
9.      Menghukumi sesuatu berdasarkan apa yang tampak.
10.  Jika harus menghadapi dua bahaya, maka bahaya yang lebih besar harus dihindari dengan cara melakukan bahaya yang lebih ringan.
11.  Disyariatkan memberi bimbingan dengan khutbah dan melakukan tanya-jawab.
12.  Para nabi bisa lupa, kecapekan, lapar, dan tidur.
13.  Lemah lembut kepada pengikut dan pembantu.
14.  Manusia tidak sepi dari was-was setan.
15.  Disunnahkan bahwa orang yang menyeru seseorang kepada kebaikan atau mengingatkannya­, hendaknya ia memulai dengan dirinya sendiri, dan tidak terlarang pula jika sebaliknya. Keduanya disinyalir dalam sunnah.
16.  Hadits ahad diterima dalam masalah-masalah­ akidah.
Wallahu A’lam.
Sumber: 61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq, Cetakan VI, 2009.

Pasang Kode Iklan sobat yg berukuran 120 x 600 disini!!!