Seorang
laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a.
ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu
sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.
Dari
dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a. sedang ngomel,
marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi,
tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja,
mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan
niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa
yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a. yang disegani kawan maupun
lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan,
padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar
berdiam diri karena ingat 5 hal.
Benteng
Penjaga Api Neraka
Kelemahan
laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya
panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di
sekitarnya.
Panah
yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam
dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki
untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah
istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang
kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka,
ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan
ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun
membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama,
lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit
ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam
mencari nafkah.
Pemelihara
Rumah
Pagi
hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam.
Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak
begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli
itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh
dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap
menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika
suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta,
kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau
dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada
istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan
omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang
semakin hari semakin membebani.
Penjaga
Penampilan
Umumnya
laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap.
Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak
sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan
pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu
luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud
ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya
itu.
Pengasuh
Anak-anak
Suami
menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri
bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak
berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan
kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang
disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan,
mengaku-ngaku akulah yang membuatnya begitu? Baik buruknya sang tunas beberapa
tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a.
paham benar akan hal itu.
Penyedia
Hidangan
Pulang
kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian.
Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada
hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak
terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat,
menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek
bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa
takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun
terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru
masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami.
Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan
mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap
istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah
tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka,
memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan
hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia
mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar
hanya mengingat kebaikan-kebaik an istri untuk menutupi segala cela dan
kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia
menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar
pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini
dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a. ini. Ia tak hanya
berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.
Wallahu
A'lam.
0 komentar:
Posting Komentar