Rabu, 13 Februari 2013

WANITA PERTAMA YANG MASUK SURGA

Suatu ketika, Siti fatimah bertanya kepada Rasulullah. Siapakah Perempuan yang kelak pertama kali masuk surga? Rasulullah menjawab: “Dia adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah”.
Siti Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa justru orang lain, padahal dia adalah putri Rasulullah sendiri? Maka timbullah keinginan Fatimah untuk mengetahui siapakan gerangan permpuan itu? Dan apakah yang telah di perbuatnya hingga dia mendapat kehormatan yang begitu tinggi?
Setelah minta izin kepada suaminya, Ali Bin Abi Thalib, Siti Fatimah berngkat mencari rumah kediaman Muti’ah. Putranya yang masih kecil yang bernama Hasan diajak ikut serta.
Ketika tiba di rumah Muti’ah, Siti Fatimah mengetuk pintu seraya memberi salam, “Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalaam. Siapa di luar?”. Terdengar jawaban yang lemah lembut dari dalam rumah. Suaranya cerah dan merdu.
“Saya Fatimah, Putri Rasulullah,” sahut Fatimah kembali.
“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini Fatimah, putri Rasulullah, sudi berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam. Suara itu terdengar ceria dan semakin mendekat ke pintu.
“Sendirian, Fatimah?” tanya seorang perempuan sebaya dengan Fatimah, Yaitu Muti’ah seraya membukakan pintu.
“Aku ditemani Hasan,” jawab Fatimah.
“Aduh maaf ya,” kata Muti’ah, suaranya terdengar menyesal. Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”
“Tapi Hasan kan masih kecil?” jelas Fatimah.
“Meskipun kecil, Hasan adalah seorang laki-laki. Besok saja Anda datang lagi, ya? saya akan minta izin dulu kepada suami saya,” kata Mutiah dengan menyesal.
Sambil menggeleng-gelengkan kepala, Fatimah pamit dan kembali pulang dan besoknya Fatimah datang lagi ke rumah Muti’ah, kali ini ditemani oleh Hasan dan Husain. Beritga mereka mendatangi rumah Muti’ah. Setelah memberi salam dan dijawab gembira, masih dari dalam rumah Muti’ah bertanya:
“Kau masih ditemani oleh Hasan, Fatimah? Suami saya sudah memberi izin.” “Ha? Kenapa kemarin tidak bilang? Yang dapat izin cuma Hasan dan Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerimanya juga”, dengan perasaan menyesal, Muti’ah kai ini juga menolak.
Hari itu Fatimah gagal lagi untuk bertemu dengan Muti’ah. Dan keesokan harinya Fatimah kembali lagi, mereka disambut baik oleh perempuan itu dirumahnya.
Keadaan rumah Mutiah sangat sederhana, tak ada satupun perabot mewah yang menghiasi rumah itu. Namun, semuanya teratur rapi. Tempat tidur yang terbuat dengan kasar juga terlihat bersih, alasnya yang putih, dan baru dicuci. Bau dalam ruangan itu harum dan sangat segar, membuat orang betah tinggal di rumah.
Fatimah sangat kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu, sehngga Hasan dan Husain yang biasanya tak begitu betah, merasa betah berada di rumah wanita ini, kali ini nampak asyik bermain-main.
“Maaf ya, saya tak bisa menemani Fatimah duduk dengan tenang, sebab saya harus menyiapkan makan buat suami saya,” kata Mutiah sambil mondar mandir dari dapur ke ruang tamu.
Mendekati tengah hari, masakan itu sudah siap semuanya, kemudian ditaruh diatas nampan. Mutiah mengambil cambuk, yang juga ditaruh di atas nampan.
“Suamimu bekerja dimana?” Tanya Fatimah
“Di ladang,” jawab Muti’ah.
“Pengembala?” Tanya Fatimah lagi.
“Bukan. Bercocok tanam.”
“Tapi, mengapa kau bawakan cambuk?”
“Oh, itu?” sahut Mutiah denga tersenyu.” Cambuk itu kusediakan untuk keperluan lain. Maksudnya begini, kalau suami saya sedang makan, lalu kutanyakan apakah masakan saya cocok atau tidak? Kalau dia mengatakan cocok, maka tak akan terjadi apa-apa. Tetapi kalau dia bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya, agar punggung saya dicambuknya, sebab berarti saya tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya.”
“Apakah itu kehendak suamimu?” Tanya Fatimah keheranan.
“Bukan. Suami saya adalah seorang penuh kasih sayang. Ini semua adalah kehendakku sendiri, agar aku jangan sampai menjadi istri yang durhaka kepada suami.”
Mendengar penjelasan itu, Fatimah menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia meminta diri, pamit pulang.
“Pantas kalau Muti’ah kelak menjadi seorang perempuan yang pertama kali masuk surga,” kata Fatimah dalam hati, di tengah perjalannya pulang, “Dia sangat berbakti kepada suami dengan tulus. Prilaku kesetiaan semacam itu bukanlah lambang perbudadakan wanita oleh kaum lelaki, Tapi merupakan cermin bagi citra ketulusan dan pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai dengan prilaku yang sama.”
Tak hanya itu, saat itu masih ada benda kipas dan kain kecil.
“Buat apa benda ini Muthi’ah?” Siti Muthi’ah tersenyam malu. Namun setelah didesak ia pun bercerita. “Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Kubuka bajunya, kulap tubuhnya dengan kain kecil ini hingga kering keringatnya. Ia pun berbaring ditempat tidur melepas lelah, lalu aku kipasi beliau hingga lelahnya hilang atau tertidur pulas”
Sungguh mulia Siti Muthi’ah, wanita yang taat kepada suaminya. maka tidaklah salah jika dia wanita pertama yang masuk surga.
            Wallahu A’lam.

TIGA CAHAYA DIHARI KIAMAT

Di hari kiamat ada 3 cahaya yang berlainan:
1.      Cahaya pertama seperti bintang-bintang.
2.      Cahaya kedua seperti cahaya bulan.
3.      Cahaya ketiga seperti cahaya matahari.
Apabila ada yang bertanya cahaya apakah ini? Lalu dijawab:
“Cahaya yang pertama ialah cahaya wajah-wajah manusia yang ketika di dunia, mereka akan meninggalkan pekerjaan dan terus bersuci dan mengambil air sembahyang apabila mendengar adzan.”
“Cahaya Yang kedua adalah cahaya wajah mereka yang mengambil air sembahyang sebelum adzan.”
“Cahaya yang ketiga ialah cahaya mereka seperti matahari. Mereka di dunia sudah bersiap sedia di dalam mesjid sebelum adzan lagi.” Subhanallah.
Wallahu A’lam.

RAHASIA DI BALIK WUDHU

1.       Ketika berkumur, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, ampunilah dosa mulut dan lidahku ini”.
2.       Ketika membasuh muka, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, putihkanlah muka ku di akhirat kelak. Janganlah Kau hitamkan muka ku ini”.
3.       Ketika membasuh tangan kanan, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, berikanlah hisab-hisab ku di tangan kanan ku ini”.
4.       Ketika membasuh tangan kiri, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, janganlah Kau berikan hisab-hisab ku di tangan kiri ku ini”.
5.       Ketika membasuh kepala, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, lindunganlah daku dari terik matahari di padang Mahsyar dengan Arasy Mu”.
6.       Ketika membasuh telinga, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, ampunilah dosa telinga ku ini”.
7.       Ketika membasuh kaki kanan, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, permudahkanlah aku melintasi titian Siratul Mustaqqim”.
8.       Ketika membasuh kaki kiri, berniatlah kamu dengan, “Ya Allah, bawakanlah daku pergi ke masjid-masjid, surau-surau dan bukan tempat-tempat maksiat”.
(Sendy Aldiana, SE.)
Wallahu A’lam.

MENGAPA RIDHO SUAMI ITU SYURGA BAGI PARA ISTRI?

Syurga, itu balasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan saat di dunia dan saat kita bersosialisasi khususnya bagi suami istri, istri harus mendapatkan ridho suaminya untuk hal apapun dalam garis kebaikan dan setidaknya ada beberapa alasan mengapa ridho suami itu syurga bagi para istri, yaitu:
1.       Suami dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun ketika dia dewasa, dia memilih mencintaimu yang bahkan belum tentu mencintainya seumur hidupmu, bahkan sering kala rasa cintanya padamu lebih besar daripada cintanya kepada ibunya sendiri.
2.       Suami dibesarkan sebagai lelaki yang ditanggung nafkahnya oleh ayah ibunya hingga dia beranjak dewasa. Namun sebelum dia mampu membalasnya, dia telah bertekad menanggung nafkahmu, perempuan asing yang baru saja dikenalnya dan hanya terikat dengan akad nikah tanpa ikatan rahim seperti ayah dan ibunya.
3.       Suami ridha menghabiskan waktunya untuk mencukupi kebutuhan anak-anakmu serta dirimu. Padahal dia tahu, di sisi Allah, engkau lebih harus di hormati tiga kali lebih besar oleh anak-anakmu dibandingkan dirinya. Namun tidak pernah sekalipun dia merasa iri, disebabkan dia mencintaimu dan berharap engkau memang mendapatkan yang lebih baik daripadanya di sisi Allah.
4.       Suami berusaha menutupi masalahnya dihadapanmu dan berusaha menyelesaikanny­a sendiri. Sedangkan engkau terbiasa mengadukan masalahmu pada dia dengan harapan dia mampu memberi solusi. padahal bisa saja disaat engkau mengadu itu, dia sedang memiliki masalah yang lebih besar. namun tetap saja masalahmu di utamakan dibandingkan masalah yang dihadapi sendiri.
5.       Suami berusaha memahami bahasa diammu, bahasa tangisanmu sedangkan engkau kadang hanya mampu memahami bahasa verbalnya saja. Itupun bila dia telah mengulanginya berkali-kali.
6.       Bila engkau melakukan maksiat, maka dia akan ikut terseret ke neraka karena dia ikut bertanggung jawab akan maksiatmu. Namun bila dia bermaksiat, kamu tidak akan pernah di tuntut ke neraka karena apa yang dilakukan olehnya adalah hal-hal yang harus dipertanggung jawabkannya sendiri.
Wallahu A’lam.

Pasang Kode Iklan sobat yg berukuran 120 x 600 disini!!!