Di atas pentas ilmiah barang kali kita sudah biasa mendengar
istilah kawin lintas agama berikut urgensitas hukum-hukumnya. Namun
bagaimanakah urgensitas hukum kawin lintas alam, yakni kedua pasangan bukan
dari alam yang sama, seperti seorang pemuda dari bangsa manusia menyunting
gadis dari bangsa jin atau sebaliknya?
Dalam literatur klasik (fiqh), wacana perkawinan lintas alam ini
masih menjadi perdebatan antar ulama. Akan tetapi, perdebatan ini hanya meruang
seputar masalah apakah sama-sama jenis manusia, menjadi klausul (syarat) dalam
keabsahan nikah. Menurut Imad bin Yûnus yang didukung oleh Ibn Abdissalam,
pernikahan manusia dengan jin hukumnya haram dan tidak sah karena berbeda jenis
makhluk. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah:
وَاللَّهُ
جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis
kamu." (An-Nahl: 72)
Dalam ayat ini Allah telah menjadikan pasangan manusia dari bangsa
manusia sendiri agar manusia bisa sempurna merasakan kedamaian bersama
pasangannya. Apabila pasangan bukan dari bangsa sendiri, niscaya kedamaian itu
tidak akan dirasakan manusia. Versi ini juga menyitir sebuah hadits Rasulullah
saw. yang melarang nikah dengan bangsa jin; "Rasûlullah saw. melarang
menikahi jin."
Sedangkan menurut Al-Qomuly, pernikahan manusia dengan jin hukumnya
sah namun makruh, dan qaul inilah yang dinilai mu'tamad oleh Ar-Ramly. Versi
ini mengatakan bahwa pernikahan lintas alam juga menjanjikan kedamaian kendati
tidak optimal, dan larangan dalam hadits tersebut bukan bermakna haram
melainkan sekedar makruh. Versi ini juga diperkuat dengan fakta bahwa bangsa
jin juga terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan layaknya bangsa manusia,
bahkan jin juga disebut oleh Nabi sebagai "ikhwanuna" (kawan kita).
Dan juga diperkuat lagi oleh sejarah perkawinan nabi Sulaimân
dengan Bilqis yang merupakan anak dari pasangan jin dan manusia. Tak menutup
kemungkinan dari ulama selain yang disebut di atas memiliki pendapat yang
berbeda.
Wallahu a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar