Jumat, 29 Juni 2012

SIKAP KITA TERHADAP TRADISI

 Warisan budaya suatu bangsa adalah dasar pembentuk identitas sosio-kultural bangsa itu. Karena itu, sungguh naif memandang hasil "kerajinan" nenek moyang itu dengan penuh cemooh, apalagi sarkastis.
Sepanjang sejarah, tradisi selalu memposisikan dirinya sebagai cermin dinamika peradaban umat manusia. Dan saya kira pandangan Aristoteles tentang perlunya melestarikan tradisi sebagai bagian "surviving for a new live" patut kita jadikan acuan. Usaha memasung tradisi berarti menavigasi jatidiri historis sebuah bangsa. Tradisi lebih kuat dan mengakar untuk dapat dikubur, walau seluruh tokoh politik dan ahli pikir bersatu-padu melakukannya. Bangsa yang tercabut dari akar tradisinya ibarat sebuah "kerumunan" yang tak punya kesadaran dan keinginan jelas.
Semua orang mafhum perubahan adalah obsesi seluruh komunitas bumi ini. Perubahan hanya akan berlangsung jika satu bangsa dapat menjiwai kepribadian nasionalnya yang notabene hasil bentukan tradisi semata. Memang, berpaut secara berlebihan terhadap tradisi dapat menghambat perubahan dan pembaruan. Karena itu, harus dihindari sebisa mungkin. Dan proses semacam itu akan berhasil jiwa diawali dengan apa yang disebut pematangan diri.
Contoh paling jelas adalah sejarah renaisans dan era reformasi gereja. Kebangkitan Barat bermula ketika para pemikir sekuler masa itu sadar akan kedalaman nilai intelektual dan estetika peradaban Yunani dan Romawi kuno, yang selama "abad kegelapan" dipandang dengan sebelah mata. Hal yang sama juga dilakukan kalangan agamawan masa "reformasi". Mereka ramai-ramai hengkang ke apa yang mereka sebut "esensi" Kristen, yang dalam kurun waktu cukup lama mengalami distorsi. Tapi sayangnya, kisah panjang kebangkitan Eropa--dengan sokongan kaum borjuis--harus berakhir dengan kemenangan kaum sekuler plus ateis terhadap kaum religius.
Kasus Eropa itu layak jadi bahan renungan buat kita yang sedang giat menggalang segala energi untuk suatu perubahan: meraih kemajuan tak berarti mengorbankan tradisi.
Meskipun demikian, ini tak lantas bermakna bahwa kita harus menyerah seratus persen di hadapan tradisi. Toh, tradisi juga produk manusia yang mau tak mau harus berhadapan dengan "takdir" perubahan. Ritme perubahannya pun bervariasi. Terkadang lambat, dan sekali-sekali melesat bak roket.
Yang jelas adalah, kita harus berubah. Hanya yang penting untuk dicatat, bagaimana kita menyikapi perubahan. Dan sejauhmana keinginan untuk berubah itu tumbuh dengan bebas dalam diri kita tanpa harus ada paksaan dari kondisi eksternal. Tradisi pasti berubah, kendati sampai sekarang masih cukup solid mempertahankan eksistensinya. Yang jadi tanda tanya, perlukah usaha itu dilakukan?
Memang, masyarakat kita sudah saatnya berubah. Tapi, bentuk perubahan manakah yang ideal? Sulit disepakati. Corak modernisasi ala Barat hanya salah satu saja yang tersedia. Barat berhasil menemukan pola perubahannya setelah proses panjang dan berliku-liku. Ada rasionalisasi, juga imajinasi. Ada intrik, konflik, kompetisi dan kebenaran. Semua itu terakumulasi--di samping motivasi kuat untuk kembali "bermesraan" dengan tradisi--hingga mampu mempersembahkan sebuah model pembaruan.
Kendati demikian, makin hari titik lemah peradaban Barat makin transparan saja. Bahkan, tak sedikit begawan-begawan modernisme mulai yakin akan usangnya tesis universalitas budaya Barat serta validitasnya dalam mencarikan solusi final seluruh persoalan umat manusia.
Kenyataan ini mendorong kita untuk tidak serta-merta mengadopsi standar yang mereka patok untuk menuju perubahan. Dan pada waktu yang sama, menolak anggapan bahwa tradisi adalah barang suci yang tak mungkin terjamah.
Kita sekarang berhadapan dengan dua entitas berbeda: tradisi yang kepalang mengakar dan budaya Barat yang telanjur menjalar ke mana-mana.
Lantas, apa yang harus kita perbuat? Sebelum saya jawab pertanyaan ini, izinkan saya terlebih dahulu berimajinasi mengungkap realitas. Kadang-kadang rasio kita mentok dan takluk untuk bisa menebak apa di balik misteri jagad raya. Di sinilah daya khayal itu mulai beraksi.
Persoalannya begini, tugas terpenting kita saat ini adalah merumuskan model yang pas untuk zaman kita. Menurut saya, itu bisa terlaksana dengan sempurna kalau kita melirik masa depan. Dan gambaran yang sehat tentang masa depan hanya bisa terbentuk jika gabungan kognisi, emosi, dan pengetahuan kita dapat menyelami masa lalu, tanpa harus basah kuyup. Ini memang sangat pelik. Tapi harus bisa diatasi.
Berkaitan dengan pertanyaan di atas, saya melihat ada dua hal yang bisa disimpulkan di sini. Pertama, kita harus berpandangan kritis terhadap warisan budaya yang tertumpuk sekian lama dalam relung terdalam kesadaran bangsa kita. Kedua, perlakuan yang sama juga harus kita berikan kepada pola hidup ala Barat.
Dari sini, sebuah formula baru kehidupan harus segera kita wujudkan. Dasarnya adalah bersikap kritis dan seimbang terhadap tradisi maupun modernisasi.

Minggu, 24 Juni 2012

LIMA SYARAT MELAKUKAN MAKSIAT

Pada suatu hari ada seorang laki-laki yang menemui Ibrahim bin Adham. Dia berkata, ''Wahai Aba Ishak! Selama ini aku gemar bermaksiat. Tolong berikan aku nasihat. Setelah mendengar perkataan tersebut Ibrahim berkata, ''Jika kamu mau menerima lima syarat dan mampu melaksanakannya, maka boleh saja kamu melakukan maksiat.'' Lelaki itu dengan penasaran bertanya. ''Apa saja syarat-syarat itu, wahai Aba Ishak?'' Ibrahim bin Adham berkata:
''Syarat pertama, jika kamu bermaksiat kepada Allah, jangan memakan rezekinya.''
Mendengar hal itu dia mengernyitkan kening seraya berkata, ''Lalu aku mau makan dari mana? Bukankah semua yang ada di bumi ini rezeki Allah? ''Ya,'' tegas Ibrahim bin Adham. ''Kalau kamu sudah memahaminya, masih pantaskah memakan rezekinya, sementara kamu selalu berkeinginan melanggar larangan-Nya?''
''Yang kedua,'' kata Ibrahim, ''kalau mau bermaksiat, jangan tinggal dibumi-Nya!
Syarat ini membuat lelaki itu kaget setengah mati. Ibrahim kembali berkata kepadanya, ''Wahai Abdullah, pikirkanlah, apakah kamu layak memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara kamu melanggar segala larangan-Nya?'' ''Ya, Anda benar,'' kata lelaki itu. Dia kemudian menanyakan syarat yang ketiga. Ibrahim menjawab:
''Kalau kamu masih mau bermaksiat, carilah tempat tersembunyi yang tidak dapat terlihat oleh-Nya!''
Lelaki itu kembali terperanjat dan berkata, ''Wahai Ibrahim, ini nasihat macam apa? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?'' ''Nah, kalau memang yakin demikian, apakah kamu masih berkeinginan berlaku maksiat?'' kata Ibrahim. Lelaki itu mengangguk dan meminta syarat yang keempat. Ibrahim melanjutkan:
''Kalau malaikat maut datang hendak mencabut rohmu,katakanlah kepadanya, 'Mundurkan kematianku dulu. Aku masih mau bertobat dan melakukan amal saleh'.''
Kembali lelaki itu menggelengkan kepala dan segera tersadar, ''Wahai Ibrahim, mana mungkin malaikat maut akan memenuhi permohonanku?'' ''Wahai Abdullah, kalau kamu sudah meyakini bahwa kamu tidak bisa menunda dan mengundurkan datangnya kematianmu, lalu bagaimana engkau bisa lari dari murka Allah?'' ''Baiklah, apa syarat yang kelima?'' Ibrahim pun menjawab:
''Wahai Abdullah kalau malaikat Zabaniyah datang hendak menggiringmu ke api neraka di hari kiamat nanti, jangan engkau mau ikut bersamanya.''
Perkataan tersebut membuat lelaki itu tersadar. Dia berkata, ''Wahai Aba Ishak, sudah pasti malaikat itu tidak membiarkan aku menolak kehendaknya.'' Dia tidak tahan lagi mendengar perkataan Ibrahim. Air matanya bercucuran. ''Mulai saat ini aku bertobat kepada Allah,'' katanya sambil terisak.

SIFAT-SIFAT TERPUJI DAN TERCELA MUKMININ

A.    Sifat-Sifat Terpuji Mukminin
1.      Taubat artinya meninggalkan segala perbuatan tercela yang telah dikerjakannya dengan niat kerana membesarkan Allah SWT. Orang yang bertaubat mestilah memenuhi syarat-syarat berikut :
·         Meninggalkan maksiat dengan kesedaran.
·         Menyesal dengan perbuatan yang telah dikerjakan.
·         Berazam tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi.
2.      Khauf artinya takutkan Allah SWT, takutkan kemurkaan-Nya dengan memelihara din dan melakukan perkara-perkara yang ditegah.
3.      Zuhud artinya bersih atau suci hati dari berkehendakkan lebih dari keperluannya serta tidak bergantung kepada makhluk lain. Hatinya sentiasa mengingati bahawa harta yang dimilikinya adalah sebagai amanah dari Allah.
4.      Sabar artinya tabah atau cekal menghadapi sesuatu ujian yang mendukacitakan.
5.      Syukur artinya menyedari bahawa semua nikmat yang diperolehinya baik yang lahir mahupun batin semuanya adalah dari Allah dan merasa gembira dengan nikmat itu serta bertanggungjawab kepada Allah.
6.      Ikhlas artinya mengerjakan amal ibadat dengan penuh ketaatan serta semua perbuatan yang dilakukan semata-mata mengharapkan keredhaan Allah, bukan kerana tujuan lain.
7.      Tawakal artinya berserah diri kepada Allah dalam melakukan sesuatu rancangan.
8.      Mahabbah artinya kasihkan Allah dan hatinya sentiasa cenderung untuk berkhidmat dan beribadat kepada-Nya serta bersungguh-sungguh menjaga diri dan jauhkan dari melakukan maksiat.

B.     Sifat-Sifat Tercela Mukminin
1.      Syarhul Thaa’am artinya gemar kepada makan atau makan terlalu banyak.
2.      Syarhul Kafam artinya gemar kepada bercakap yang sia-sia, percakapan yang tidak berfaedah kepada dunia dan akhiratnya.
3.      Gha’dhab artinya bersifat pemarah dan cepat melenting walaupun kesilapan berlaku pada perkara yang kecil.
4.      Hasad artinya dengki akan nikmat yang ada pada orang lain serta suka jika orang itu susah.

KEAJAIBAN SAINTIFIK AL-QUR'AN

Kita sebagai penganut agama Islam harusnya berbangga karena mempunyai kitab suci yang benar untuk pedoman hidup. Lihatlah sebahagian dari hasil penelitian seorang cendekiawan Islam terhadap kandungan Al-Qur’an. Terlihat banyak perkara telah disentuh dan telah dibuat kajian oleh manusia seperti astronomi, angkasa lepas, perubatan, geologi, kejuruteraan dan sebagainya.  Bilangan tentang perkara yang disebutkan didalam Al-Qur’an yakni:
Dunia - 115 kali
Akhirat - 115 kali

Hidup - 145 kali
Mati - 145 kali

Malaikat - 88 kali
Syaitan - 88 kali

Faedah - 50 kali
Kerugian - 50 kali

Ummah - 50 kali
Penyampai - 50 kali

Iblis : Penghulu Syaitan - 11 kali
Mohon Perlindungan Daripada Iblis - 11 kali

Bala/Musibah - 75 kali
Bersyukur - 75 kali

Bersedekah - 73 kali
Berpuas Hati - 73 kali

Orang Yang Sesat - 17 kali
Orang Yang Meninggal Dunia - 17 kali

Muslimin - 41 kali
Jihad - 41 kali

Emas - 8 kali
Kemurahan Hidup - 8 kali

Keajaiban - 60 kali
Fitnah - 60 kali

Zakat - 32 kali
Berkat - 32 kali

Minda - 49 kali
Nur - 49 kali

Lidah - 25 kali
Sumpah - 25 kali

Nafsu - 8 kali
Ketakutan - 8 kali

Bercakap Di Khalayak Ramai - 18 kali
Berdakwah - 18 kali

Kesusahan - 114 kali
Kesabaran - 114 kali

Muhammad - 4 kali
Syariat - 4 kali

Lelaki - 24 kali
Perempuan - 24 kali

Sholat - 5 kali

Bulan - 12 kali

Hari - 365 kali

Lautan - 32 kali
Daratan - 13 kali

Laut dan Darat = 32 + 13 = 45
Justeru itu, persentase laut = 32/45 x 100 = 71.11111111 persen
Persentase daratan = 13/45 x 100 = 28.88888889 persen
Jumlah = 100 persen
Kajian sains yang dilakukan manusia telah membuktikan bahwa air meliputi 71.111 persen dari pada bumi dan tanah meliputi 28.889 persen.

Itulah keajaiban Al-Qur’an jika kita kaji melalui saintifik. Dan Allah memang maha benar dengan apa yang Ia ciptakan. Wallahu a’lam.

Jumat, 15 Juni 2012

KILAS BALIK SEJARAH KEHIDUPAN TOKOH TAK TERDUGA

Dalam dunia fana ini, Allah SWT selaku sang khalik bisa melakukan semua yang ia kehendaki dengan 'kun fayakun', taukah para pembaca, bahwasanya di zaman dahulu banyak sejarah dan literatur Islam yang menceritakan tentang tokoh-tokoh yang tidak terduga yang bertentangan dengan kehidupannya karena mempunyai watak dan sifat percaya yang sangat kuat.
Yang pertama adalah anak nabi Nuh, yakni Kan'an, dia adalah anak kandung dari nabi Nuh akan tetapi dia secara terang-terangan menentang ajaran ayahnya sendiri yang bersumber dari Allah SWT. Pada saat itu terjadi musim panas dan nabi Nuh membuat perahu yang begitu besar untuk menumpang semua umat yang beriman karena nabi Nuh sudah mengingatkan bahwa akan ada banjir bandang didunia ini, akan tetapi Kan'an dan umat-umat kafir mendustai kata-kata nabi Nuh sehingga pada akhir nya mereka tenggelam dalam banjir bandang.
Yang kedua yaitu istri nabi Luth, dia adalah istri dari seorang utusan Allah SWT, akan tetapi dia mengingkari semua ajaran dari Allah SWT yang diturunkan melalui suaminya sendiri, yakni nabi Luth. Pada saat itu nabi Luth hidup ditengah-tengah kaum homoseksual, akan tetapi meskipun dia adalah istri nabi Luth, akan tetapi dia termasuk petinggi kaum homoseksual tersebut, dengan kata lain dia menentang ajaran suaminya, nabi Luth.
Yang ketiga yaitu istri raja Fir'aun, Siti Asiyah, dia kebalikan dari istri nabi Luth, seorang yang beriman kepada Allah SWT lewat nabiyullah Musa akan tetapi dia hidup ditengah-tengah orang kafir, dan pada akhirnya pada penghujung ajal dia mati syahid karena terbunuh oleh siksaan suaminya sendiri, raja Fir'aun, seluruh tubuhnya dengan ditumpangi batu yang begitu besar.
Dan yang terakhir adalah Musa Samiri, dalam salah satu tafsir Al-Qur'an yaitu tafsir Jalalain diceritakan bahwa pada zaman nabi Musa ada dua Musa, yaitu nabi Musa yang dibesarkan oleh Fir'aun tetapi dia bisa menjadi makhluk yang mulia dan yang kedua adalah Musa Samiri, dia dibesarkan oleh Malaikat Jibril akan tetapi dia kebalikan dari nabi Musa, Musa Samiri tumbuh dewasa menjadi orang yang berwatak buruk meski dibesarkan oleh Malaikat Jibril.
Itulah tokoh-tokoh dalam sejarah yang kita tak bisa menduganya kalau mereka orang baik akan tetapi besar diduni yang bertentangan dengan wataknya ataupun sebaliknya. Wallahu A'lam.

Pasang Kode Iklan sobat yg berukuran 120 x 600 disini!!!