Minggu, 29 Januari 2012

“FUNDAMENTALISME DAN REVIVALISME” SAMA-KAH?

Fundamentalisme Islam
Istilah fundamentalisme muncul dari luar tradisi sejarah Islam, dan pada mulanya merupakan gerakan keagamaan yang timbul di kalangan kaum Protestan di Amerika Serikat pada 1920-an. Menilik asal-usulnya ini, kita dapat mengatakan bahwa fundamentalisme sesungguhnya sangat tipikal Kristen. Namun, terlepas dari latar belakang Protestan-nya, istilah fundamentalisme sering digunakan untuk menunjuk fenomena keagamaan yang memiliki kemiripan dengan karakter dasar fundamentalisme Protestan. Karena itu, kita dapat menemukan fenomena pemikiran, gerakan dan kelompok fundamentalis di semua agama, seperti fundamentalisme Islam, Yahudi, Hindu, dan Budhisme. Dalam hal ini, selain fundamentalisme tidak terbatas pada agama tertentu, dalam faktanya ia juga tidak hanya muncul di kalangan kaum miskin dan tidak terdidik. Fundamentalisme dalam bentuk apapun bisa muncul di mana saja ketika orang-orang melihat adanya kebutuhan untuk melawan budaya sekular (godless), bahkan ketika mereka harus menyimpang dari ortodoksi tradisi mereka untuk melakukan perlawanan itu.
Berdasarkan pengamatannya terhadap fundamentalisme agama, terutama Kristen di Amerika, Peter Huff mencatat ada enam karakteristik penting fundamentalisme. Secara sosiologis, fundamentalisme sering dikaitkan dengan nilai-nilai yang telah ketinggalan zaman atau tidak relevan lagi dengan perubahan dan perkembangan zaman; secara kultural, fundamentalisme menunjukkan kecenderungan kepada sesuatu yang vulgar dan tidak-tertarik pada hal-hal yang bersifat intelektual; secara psikologis, fundamentalisme ditandai dengan otoritarianisme, arogansi, dan lebih condong kepada teori konspirasi. Secara intelektual, fundamentalisme dicirikan oleh tiadanya kesadaran sejarah dan ketidak-mampuan terlibat dalam pemikiran kritis; dan secara teologis, fundamentalisme diidentikkan dengan literalisme, primitivisme,legalisme dan tribalisme; sedangkan secara politik, fundamentalisme dikaitkan dengan populisme reaksioner.
Dalam kasus Islam, fundamentalisme muncul sebagai reaksi terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh modernisme dan sekularisme dalam kehidupan politik dan keagamaan. Peradaban modern-sekular menjadi sasaran kritik fundamentalisme Islam, dan di sini fundamentalsime memiliki fungsi kritik. Seperti ditipologikan oleh Fazlur Rahman, fundamentalisme Islam (atau revivalisme Islam) merupakan reaksi terhadap kegagalan modernisme Islam (klasik), karena ternyata yang disebut terakhir ini tidak mampu membawa masyarakat dan dunia Islam kepada kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai gantinya, fundamentalisme Islam mengajukan tawaran solusi dengan kembali kepada sumber-sumber Islam yang murni dan otentik, dan menolak segala sesuatu yang berasal dari warisan modernisme Barat.
Salah satu karakteristik atau ciri terpenting dari fundamentalisme Islam ialah pendekatannya yang literal terhadap sumber Islam (al-Quran dan al-Sunnah). Literalisme kaum fundamentalis tampak pada ketidaksediaan mereka untuk melakukan penafsiran rasional dan intelektual, karena mereka kalaulah membuat penafsiran- sesungguhnya adalah penafsir-penafsir yang sempit dan sangat ideologis. Literalisme ini berkoinsidensi dengan semangat skripturalisme, meskipun Leonard Binder membuat kategori fundamentalisme non-skriptural untuk pemikir fundamentalis seperti Sayyid Qutb.
Olivier Roy membedakan antara fundamentalisme Islam tradisional dan modern. Fundamentalisme tradisional (ulama) dicirikan oleh kuatnya peran ulama atau oligarki klerikal (clerical oligarchy) dalam membuat penafsiran terhadap Islam, terutama Syiah. Islam Syi’ah memberikan otoritas sangat besar kepada ulama untuk menafsirkan doktrin agama. Tafsir mereka pun bersifat absolut. Akibatnya, kebebasan intelektual untuk menafsirkan teks-teks agama menjadi sangat sempit dan terbatas. Dapat dinyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung berkembangnya fundamentalisme (tradisional) adalah kuatnya otoritas ulama, termasuk dalam hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan politik. Dalam hal ini, tampak adanya kemiripan antara fundamentalisme di satu pihak dan tradisionalisme di pihak lain.
Fundamentalisme tradisional menganggap ulama dan penguasa politik merupakan dua entitas yang terpisah; masalah agama berada di tangan kaum klerikal,sementara negara berada di tangan figur sekular -presiden, raja. Karenanya, tidak ada teokrasi dalam Islam, kecuali dalam kasus wilayat al-faqih di Iran.
Sedangkan fundamentalisme modern atau neo-fundamentalisme dicirikan oleh orientasi yang kuat kepada politik dengan menjadikan Islam sebagai ideologi. Islam tidak dipahami sebagai agama yang memuat doktrin tentang ritual, tetapi ditafsirkan sebagai ideologi yang diperhadapkan dnegan ideologi modern seperti kapitalisme, liberalisme atau sosialisme. Roy mengidentifikasi Islamisme sebagai bentuk lebih mutakhir dari neo-fundamentalisme. Fundamentalisme Islam modern tidak dipimpin oleh ulama (kecuali di Iran), tetapi oleh “intelektual sekuler” yang secara terbuka mengklaim sebagai pemikir religius. Mereka berpendapat bahwa karena semua pengetahuan itu bersifat ilahi dan religius; maka ahli kimia, teknik, insinyur, ekonomi, ahli hukum adalah ulama. Jadi, terdapat semacam anti-clericalism di kalangan fundamentalisme Islam modern, meskipun fundamentalisme dalam wajahnya yang lain juga dicirikan oleh adanya oligraki klerikal seperti disebut terdahulu.
Fundamentalisme Islam adalah respons terhadap tantangan dan akibat yang ditimbulkan oleh modernisasi, dan bertujuan untuk menawarkan ideologi Islam terhadap dunia sekular-modern. Islam dijagikan sebagai alternatif pengganti ideologi modern, seperti liberalisme, Marxisme dan nasionalisme. Karena fundamentalisme bukanlah gerakan keagamaan per se, tetapi lebih dari itu adalah gerakan politik yang memperjuangkan suatu sistem kenegaraan yang didasarkan pada Islam (syariah), dapat dipahami mengapa kebanyakan pemimpin fundamentalis adalah kaum intelektual tanpa pendidikan sistematik dalam studi Islam. Dengan ungkapan lain, mereka bukanlah teolog, tetapi pemikir sosial dan aktifis politik. Ini sangat tampak terutama dalam tradisi fundamentalisme Sunni.
Meskipun dalam faktanya fundamentalisme Islam modern merupakan kelompok minoritas di dunia Islam, mereka menikmati dan memainkan peranan politik yang signifikan di banyak negara Muslim. Namun demikian, aktifitas mereka tidak diorganisasikan dari satu pusat, sehingga tidak jarang program, strategi dan taktik mereka berbeda dari satu negara ke negara lain. Dalam hal ini, fundamentalisme dicirikan oleh proliferasi kepemimpinan dan polycentrisme. Namun, keragaman ini tidak menghilangkan adanya beberapa agenda, tema dan kebijakan bersama yang didukung oleh kaum fundamentalis Islam modern. Bagi fundamentalis Islam modern, negara Islam adalah negara ideologis yang domainnya mencakup seluruh kehidupan manusia. Negara Islam mengontrol relasi sosial, politik, ekonomi dan kultural, dan negara harus didasarkan pada hukum atau syariat Islam (ideologi Islam).
Meskipun kaum fundamentalis meyakini sifat religius mereka, fundamentalisme sesungguhnya bukanlah sebuah pilihan untuk menjadi religius, melainkan sebagai corak pemikiran yang menyimpang dari arus utama (mainstream), anti-modernisme, anti-rasionalisme, anti-intelektualisme dan karakter-karakter lain yang memiliki konotasi negatif. Dalam politik, fundamentalisme dipandang sebagai ancaman bagi demokrasi, liberalisme dan pluralisme.

Fundamentalisme dan Revivalisme
Yang agak problematik dalam konteks ini adalah korelasi antara fundamentalisme dan revivalisme. Penulis-penulis seperti Youssef Chouieri, R. Hrair Dekmejian dan John Obert Voll memiliki perspektif yang beragam dalam melihat fenomena fundamentalisme dan revivalisme. Chouieri menyatakan bahwa munculnya revivalisme Islam dilatarbelakangi oleh kemerosotan moral, sosial dan politik umat Islam. Menurutnya, revivalisme Islam hendak menjawab kemerosotan Islam dengan kembali kepada ajaran Islam yang murni. Contoh dari gerakan Islam revivalis adalah Wahhabiyyah yang memperoleh inspirasi dari Muhammad ibn Abd al-Wahhab (1703-1792) di Arabia, Shah Wali Allah (1703-1762) di India, Uthman Dan Fodio (1754-1817) di Nigeria, Gerakan Padri (1803-1837) di Sumatra, dan Sanusiyyah di Libya yang dinisbatkan kepada Muhammad Ali al-Sanusi (1787-1859). Chouieri melihat adanya kemiripan agenda yang menjadi karakteristik gerakan-gerakan revivalis Islam tersebut, yaitu: (a) kembali kepada Islam yang asli, memurnikan Islam dari tradisi lokal dan pengaruh budaya asing; (b) mendorong penalaran bebas, ijtihad, dan menolak taqlid; (c) perlunya hijrah dari wilayah yang didominasi oleh orang kafir (dar al-kufr); (d) keyakinan kepada adanya pemimpin yang adil dan seorang pembaru.
Sementara itu, Dekmejian menyatakan bahwa munculnya pelbagi orientasi ideologi revivalis Islam dipengaruhi oleh adanya perbedaan yang timbul dari penafsiran yang berbeda terhadap al-Quran, al-Sunnah dan sejarah Islam awal. Selain itu ada faktor lain seperti watak dari situasi krisis, keunikan dalam kondisi sosial dan gaya kepemimpinan dari masing-masing gerakan. Atas dasar itu, Dekmejian mengidentifikasi empat kategori ideologi revivalis: (a) adaptasionis-gradualis (al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir, Iraq, Sudan, Jordan, Afrika Utara; dan Jama’at-i Islami di Pakisan); (b) Syiah revolusioner (Republik Islam Iran, Hizb al-Da’wah Iraq, Hizbullah Libanon, Jihad Islam Libanon; (c) Sunni revolusioner (al-Jihad Mesir, Organisasi Pembebasan Islam Mesir, Jama’ah Abu Dharr Syria, Hizb al-Tahrir di Jordania dan Syria; (d) primitivis-Mesianis (al-Ikhwan Saudi Arabia, al-Takfir wa al-Hijrah Mesir, Mahdiyyah Sudan, Jama’at al-Muslimin lil-Takfir Mesir.
Voll cenderung tidak membuat pembedaan yang signifikan antara revivalisme dan fundamentalisme. Menurutnya, Islamic revivalism atau Islamic resurgence mewujudkan dirinya dalam bentuk yang beragam, misalnya Wahhabiyyah, yang dia anggap sebagai representasi dari “the prototype of rigorous fundamentalism in themodern Islamic experience,” yang oleh Choueiri dipandang sebagai revivalis dalam makna yang positif, seperti disebut terdahulu.
Terlepas dari beberapa perbedaan perspektif dan implikasi yang ditimbulkannya, korelasi, kaitan atau kemiripan karakteristik dasar antara fundamentalisme, revivalisme, Islamisme dan radikalisme tidak bisa dikesampingkan. Jika ditelaah lebih mendalam akan tampak adanya semacam family resemblance antara berbagai orientasi ideologis tersebut, meskipun masing-masing tetap memiliki tekanan dan strategi yang berbeda, tergantung situasi dan kondisi sosial dan gaya kepemimpinan (leadership style) dari masing-masing gerakan.

Kamis, 26 Januari 2012

HUBUNGAN KOMPETENSI PROFESIONAL DENGAN PRAKTEK PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan” ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan rendahnya kualitas sistem pendidikan nasional. Rendahnya kualitas dan kompetensi guru secara umum, semakin membuat laju perkembangan pendidikan belum maksimal. Guru kita dianggap belum memiliki profesionalitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara global. Salah satu kambing yang paling hitam yang jadi penyebab semua ini adalah rendahnya kesejahteraan guru. Tetapi apakah hal tersebut memiliki hubungan korelasional yang signifikan?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang guru, dinyatakan bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi profesional. Kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai.
Berbagai kendala yang dihadapi sekolah terutama di daerah luar kota, umumnya mengalami kekurangan guru yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan subjek atau bidang studi yang sesuai dengan latar belakang guru. Akhirnya sekolah terpaksa menempuh kebijakan yang tidak profesional bagi anak didik yaitu guru mengasuh pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya. Daripada kosong sama sekali, lebih baik ada guru yang bisa mendampingi dan mengarahkan belajar di kelas.

PERMASALAHAN
Di negara kita, yakni Indonesia masih banyak guru-guru yang kurang profesional dalam menanggapi pendidikan, ini adalah fakta daripada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dalam konteks hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan. Ini adalah bentuk dari rendahnya bidang pendidikan Indonesia dari negara-negara lain.
Banyak contoh kasus yang terjadi di belahan bumi Indonesia dalam masalah pendidikan yang sampai sekarang masih banyak terjadi dimana-mana. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.                  Banyak guru yang mengajar anak didik dengan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya, meskipun ini adalah hal yang sepeleh tetapi memberikan dampak yang besar pada anak didik itu sendiri. Dengan pengajaran guru yang bukan dibidangnya itu akan menimbulkan kurangnya pengetahuan yang didapat anak didik dari gurunya karena guru yang mengajar dengan mata pelajaran yang bukan bidangya itu belum sepenuhnya tahu dan menguasai pelajarang yang bukan dibidangnya tersebut.
2.                  Seorang guru geografi harus memiliki pemahaman yang benar terhadap kurikulum pendidikan geografi. guru geografi harus dapat memahami batasan materi geografi dan keterampilan ilmiah yang mestinya dimiliki oleh anak di setiap jenjang pendidikan. Hal ini penting, agar tidak terjadi overlapping antara pembelajaran geografi di SD, SMP dan SMA. Akibatnya dapat berdampak pada ketidak jelasan nilai disetiap jenjang pendidikan yang memunculkan kebingungan yang berujung stress dan frustasi terhadap anak didik dalam mengikuti pembelajaran di kelas. 
Selain itu, seorang guru geografi hendaknya dapat memiliki kemampuan dalam mengembangkan kurikulum nasional tentang pembelajaran geografi menjadi kurikulum berbasis sekolah yang lebih kontekstual bagi anak. Penjabaran kurikulum menjadi silabus pembelajaran yang sesuai dengan sumber daya yang ada akan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang bermakna dan dimaknai oleh anak didik itu sendiri.
3.                  Contoh lain yang umum sering terjadi di dunia pendidikan adalah seorang guru hanya sebagian atau sama sekali mengajarkan pelajaran yang tidak sesuai dengan silabus yang telah dibuatnya sendiri.
Hal yang seperti ini menjadi salah satu ketidak jelasan dunia pendidikan yang khususnya banyak terjadi di Indonesia, hal ini juga berpengaruh pada anak didik yaitu mereka tidak menerima pelajaran yang tidak sesuai dengan kurikulum yang ada di sekolah itu karena silabus diciptakan berdasarkan dari kurikulum yang ada, yaitu kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah Indonesia.
Itu semua adalah beberapa contoh permasalahan pendidikan yang sering terjadi di Indonesia. Ini adalah bukti kurang profesionalnya para tenaga pendidik dalam menanggapi masalah hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan yang telah dijalani oleh mereka dan ini adalah kurang perhatiannya pemerintah Indonesia dalam menaggapi masalah pendidikan yang telah terjadi di Indonesia. Jikalau pemerintah Indonesia memperhatikan semua masalah-masalah pendidikan yang telah diuraikan diatas pastilah Indonesia bisa lebih maju dan bisa mengimbangi negara-negara lain dalam dunia pendidikan.
Sebagai negara yang berkembang, seharusnya Indonesia selalu memperhatikan masalah-masalah pendidikan yang kurang profesional yang terjadi didalamnya agar bisa menjadi negara yang maju, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagai orang yang intelektual seharusnya para tenaga pendidik harus mengerti dan memahami masalah-masalah pendidikan ini yang lambat laun terus terjadi di dunia pendidikan di bumi Indonesia.

PEMBAHASAN
Secara awam guru disebut sebagai seseorang yang menguasai sebuah bidang ilmu pengetahuan dan berkewajiban mentransfer ilmu pengetahuan tersebut. Seorang guru adalah sesosok dengan kepribadian yang lembut, angun, santun, sopan, dan jujur (dan mungkin masih banyak lagi sifat baik lainnya). Guru, dalam pandangan Freire, tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak didik, tetapi mereka harus memerankan dirinya sebagai pekerja budaya (cultural workers). Guru harus mempunyai kesadaran penuh bahwasanya pendidikan itu mempunyai dua kekuatan sekaligus, yakni sebagai aksi kultural untuk pembebasan atau sebagai aksi kultural untuk dominasi dan hegemoni dan sebagai medium untuk memproduksi sistem sosial yang baru atau sebagai medium untuk mereproduksi status quo.
Seorang guru harus memiliki konsep yang kuat akan tujuan pendidikan sehingga dalam melaksanakan tugasnya guru tersebut selalu melihat apakah mereka on the right track. Setiap saat, mereka harus senantiasa melakukan self evaluation terhadap setiap langkah dalam pembelajaran yang mereka jalankan. Karakter guru yang kuat harus terbangun terlebih dahulu sebelum seseorang memasuki dunia guru. Dengan demikian, dalam menjalankan tugas, beliau akan selalu melihat landasan ontologi memasuki dunia pendidikan. Tidak ada lagi sifat menyalahkan peserta didik ketika terjadi kegagalan output pendidikan namun evaluasi diri lebih menjadi dasar untuk menuju perbaikan.
Hubungan kompetensi profesionalisme guru dengan praktek pendidikannya bisa kita rujuk dari pendapat para ahli pendidikan tentang apa dan bagaimana kompetensi seorang guru yang profesional dengan praktek pendidikannya. Dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, peranan guru sangat penting sekali untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia.
Kita sadari, bahwa peran guru sampai saat ini masih eksis, sebab sampai kapanpun posisi dan peran guru tersebut tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin sehebat apapun, karena guru sebagai seorang pendidik juga pembina sikap mental yang menyangkut aspek-aspek manusiawi dengan karakteristik yang beragam dalam arti berbeda antara satu siswa dengan lainnya.
Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh seorang guru semata-mata ingin melihat anak didiknya bisa berhasil dan sukses kelak. Tetapi perjuangan guru tersebut tidak berhenti sampai disitu, guru juga merasa masih perlu meningkatkan kompetensinya agar benar-benar menjadi guru yang lebih baik dan lebih profesional terutama dalam praktek pendidikan dan proses belajar mengajar sehari-hari.
Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Ciri seseorang yang memiliki kompetensi apabila dapat melakukan sesuatu, hal ini sesuai dengan pendapat Munandar bahwa kompetensi merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pendapat ini, menginformasikan dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi, yakni faktor bawaan, seperti bakat dan faktor latihan, seperti hasil belajar.
Menurut Soedijarto, guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain :
1.                  Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran.
2.                  Bahan ajar yang diajarkan.
3.                  Pengetahuan tentang karakteristik siswa.
4.                  Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan,
5.                  Pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar.
6.                  Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran.
7.                  Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.
Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan saat praktek pendidikannya dalam kompetensi profesional. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut, dapat berpengaruh pada praktek serta proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu.
Guru yang rendah tingkat komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
1.                  Perhatian yang disisihkan untuk memerhatikan siswanya hanya sedikit.
2.                  Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya sedikit.
3.                  Perhatian utama guru hanyalah jabatannya.
Sebaliknya, guru yang mempunyai tingkatan komitmen tinggi, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
1.                 Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
2.                 Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak.
3.                 Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten. Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi dalam praktek pendidikan. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar saat praktek. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
Dalam suasana seperti itu, peserta didik secara aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi, data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja secara intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik individual maupun tim, membuat keputusan tentang desain sekolah, kolaborasi tentang pengembangan kurikulum, dan partisipasi dalam proses penilaian.
Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga) yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam praktek menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.
Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari tiga yaitu : kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.
Sebagai seorang guru perlu mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar seorang guru dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut :
1.                 Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2.                 Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3.                 Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4.                 Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajarannya yang diterimanya.
5.                 Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
6.                 Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7.                 Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
8.                 Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
9.                 Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
10.             Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.
Bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut diatas, maka yang dimaksud hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru dengan hasil yang baik.

SARAN-SARAN
Dari pembahasan diatas dapat kita petik saran-saran untuk sebagai pendukung guru profesional yang berkompetensi khususnya saat praktek pendidikan, seorang guru harus :
1.                 Mengerti dan menyenangi dunia pendidikan, dan didukung dengan kompetensi profesionalisme.
2.                 Menerapkan prinsip mengajar yang baik saat praktek pendidikan serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pendidikan.
3.                 Mempunyai motivasi mengajar yang baik sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar.
4.                 Berjiwa sabar dan bisa dijadikan suri tauladan bagi anak didiknya, baik dalam berkata maupun bersikap saat praktek pendidikan.
5.                 Memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan suasana sekolah yang kondusif.
6.                 Mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi untuk dunia pendidikan.
7.                 Mempunyai program pengajaran yang jelas dan terarah sesuai dengan kurikulum.
8.                 Berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang santun dan bertanggung jawab.
Demikian tulisan yang sangat sederhana ini, mudah-mudahan bisa memberikan sumbangan pemikiran inovasi demi mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan pada akhirnya dapat memberi manfaat bagi kita semua terutama bagi penulis sendiri tentunya.

HUBUNGAN KOMPETENSI PROFESIONAL DENGAN PRAKTEK PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan” ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan rendahnya kualitas sistem pendidikan nasional. Rendahnya kualitas dan kompetensi guru secara umum, semakin membuat laju perkembangan pendidikan belum maksimal. Guru kita dianggap belum memiliki profesionalitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara global. Salah satu kambing yang paling hitam yang jadi penyebab semua ini adalah rendahnya kesejahteraan guru. Tetapi apakah hal tersebut memiliki hubungan korelasional yang signifikan?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang guru, dinyatakan bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi profesional. Kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai.
Berbagai kendala yang dihadapi sekolah terutama di daerah luar kota, umumnya mengalami kekurangan guru yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan subjek atau bidang studi yang sesuai dengan latar belakang guru. Akhirnya sekolah terpaksa menempuh kebijakan yang tidak profesional bagi anak didik yaitu guru mengasuh pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya. Daripada kosong sama sekali, lebih baik ada guru yang bisa mendampingi dan mengarahkan belajar di kelas.

PERMASALAHAN
Di negara kita, yakni Indonesia masih banyak guru-guru yang kurang profesional dalam menanggapi pendidikan, ini adalah fakta daripada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dalam konteks hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan. Ini adalah bentuk dari rendahnya bidang pendidikan Indonesia dari negara-negara lain.
Banyak contoh kasus yang terjadi di belahan bumi Indonesia dalam masalah pendidikan yang sampai sekarang masih banyak terjadi dimana-mana. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.                  Banyak guru yang mengajar anak didik dengan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya, meskipun ini adalah hal yang sepeleh tetapi memberikan dampak yang besar pada anak didik itu sendiri. Dengan pengajaran guru yang bukan dibidangnya itu akan menimbulkan kurangnya pengetahuan yang didapat anak didik dari gurunya karena guru yang mengajar dengan mata pelajaran yang bukan bidangya itu belum sepenuhnya tahu dan menguasai pelajarang yang bukan dibidangnya tersebut.
2.                  Seorang guru geografi harus memiliki pemahaman yang benar terhadap kurikulum pendidikan geografi. guru geografi harus dapat memahami batasan materi geografi dan keterampilan ilmiah yang mestinya dimiliki oleh anak di setiap jenjang pendidikan. Hal ini penting, agar tidak terjadi overlapping antara pembelajaran geografi di SD, SMP dan SMA. Akibatnya dapat berdampak pada ketidak jelasan nilai disetiap jenjang pendidikan yang memunculkan kebingungan yang berujung stress dan frustasi terhadap anak didik dalam mengikuti pembelajaran di kelas. 
Selain itu, seorang guru geografi hendaknya dapat memiliki kemampuan dalam mengembangkan kurikulum nasional tentang pembelajaran geografi menjadi kurikulum berbasis sekolah yang lebih kontekstual bagi anak. Penjabaran kurikulum menjadi silabus pembelajaran yang sesuai dengan sumber daya yang ada akan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang bermakna dan dimaknai oleh anak didik itu sendiri.
3.                  Contoh lain yang umum sering terjadi di dunia pendidikan adalah seorang guru hanya sebagian atau sama sekali mengajarkan pelajaran yang tidak sesuai dengan silabus yang telah dibuatnya sendiri.
Hal yang seperti ini menjadi salah satu ketidak jelasan dunia pendidikan yang khususnya banyak terjadi di Indonesia, hal ini juga berpengaruh pada anak didik yaitu mereka tidak menerima pelajaran yang tidak sesuai dengan kurikulum yang ada di sekolah itu karena silabus diciptakan berdasarkan dari kurikulum yang ada, yaitu kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah Indonesia.
Itu semua adalah beberapa contoh permasalahan pendidikan yang sering terjadi di Indonesia. Ini adalah bukti kurang profesionalnya para tenaga pendidik dalam menanggapi masalah hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan yang telah dijalani oleh mereka dan ini adalah kurang perhatiannya pemerintah Indonesia dalam menaggapi masalah pendidikan yang telah terjadi di Indonesia. Jikalau pemerintah Indonesia memperhatikan semua masalah-masalah pendidikan yang telah diuraikan diatas pastilah Indonesia bisa lebih maju dan bisa mengimbangi negara-negara lain dalam dunia pendidikan.
Sebagai negara yang berkembang, seharusnya Indonesia selalu memperhatikan masalah-masalah pendidikan yang kurang profesional yang terjadi didalamnya agar bisa menjadi negara yang maju, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagai orang yang intelektual seharusnya para tenaga pendidik harus mengerti dan memahami masalah-masalah pendidikan ini yang lambat laun terus terjadi di dunia pendidikan di bumi Indonesia.

PEMBAHASAN
Secara awam guru disebut sebagai seseorang yang menguasai sebuah bidang ilmu pengetahuan dan berkewajiban mentransfer ilmu pengetahuan tersebut. Seorang guru adalah sesosok dengan kepribadian yang lembut, angun, santun, sopan, dan jujur (dan mungkin masih banyak lagi sifat baik lainnya). Guru, dalam pandangan Freire, tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak didik, tetapi mereka harus memerankan dirinya sebagai pekerja budaya (cultural workers). Guru harus mempunyai kesadaran penuh bahwasanya pendidikan itu mempunyai dua kekuatan sekaligus, yakni sebagai aksi kultural untuk pembebasan atau sebagai aksi kultural untuk dominasi dan hegemoni dan sebagai medium untuk memproduksi sistem sosial yang baru atau sebagai medium untuk mereproduksi status quo.
Seorang guru harus memiliki konsep yang kuat akan tujuan pendidikan sehingga dalam melaksanakan tugasnya guru tersebut selalu melihat apakah mereka on the right track. Setiap saat, mereka harus senantiasa melakukan self evaluation terhadap setiap langkah dalam pembelajaran yang mereka jalankan. Karakter guru yang kuat harus terbangun terlebih dahulu sebelum seseorang memasuki dunia guru. Dengan demikian, dalam menjalankan tugas, beliau akan selalu melihat landasan ontologi memasuki dunia pendidikan. Tidak ada lagi sifat menyalahkan peserta didik ketika terjadi kegagalan output pendidikan namun evaluasi diri lebih menjadi dasar untuk menuju perbaikan.
Hubungan kompetensi profesionalisme guru dengan praktek pendidikannya bisa kita rujuk dari pendapat para ahli pendidikan tentang apa dan bagaimana kompetensi seorang guru yang profesional dengan praktek pendidikannya. Dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, peranan guru sangat penting sekali untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia.
Kita sadari, bahwa peran guru sampai saat ini masih eksis, sebab sampai kapanpun posisi dan peran guru tersebut tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin sehebat apapun, karena guru sebagai seorang pendidik juga pembina sikap mental yang menyangkut aspek-aspek manusiawi dengan karakteristik yang beragam dalam arti berbeda antara satu siswa dengan lainnya.
Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh seorang guru semata-mata ingin melihat anak didiknya bisa berhasil dan sukses kelak. Tetapi perjuangan guru tersebut tidak berhenti sampai disitu, guru juga merasa masih perlu meningkatkan kompetensinya agar benar-benar menjadi guru yang lebih baik dan lebih profesional terutama dalam praktek pendidikan dan proses belajar mengajar sehari-hari.
Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Ciri seseorang yang memiliki kompetensi apabila dapat melakukan sesuatu, hal ini sesuai dengan pendapat Munandar bahwa kompetensi merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Pendapat ini, menginformasikan dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi, yakni faktor bawaan, seperti bakat dan faktor latihan, seperti hasil belajar.
Menurut Soedijarto, guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain :
1.                  Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran.
2.                  Bahan ajar yang diajarkan.
3.                  Pengetahuan tentang karakteristik siswa.
4.                  Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan,
5.                  Pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar.
6.                  Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran.
7.                  Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.
Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan saat praktek pendidikannya dalam kompetensi profesional. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut, dapat berpengaruh pada praktek serta proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu.
Guru yang rendah tingkat komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
1.                  Perhatian yang disisihkan untuk memerhatikan siswanya hanya sedikit.
2.                  Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya sedikit.
3.                  Perhatian utama guru hanyalah jabatannya.
Sebaliknya, guru yang mempunyai tingkatan komitmen tinggi, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
1.                 Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
2.                 Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak.
3.                 Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten. Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi dalam praktek pendidikan. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar saat praktek. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
Dalam suasana seperti itu, peserta didik secara aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi, data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja secara intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik individual maupun tim, membuat keputusan tentang desain sekolah, kolaborasi tentang pengembangan kurikulum, dan partisipasi dalam proses penilaian.
Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga) yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam praktek menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.
Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari tiga yaitu : kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.
Sebagai seorang guru perlu mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar seorang guru dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut :
1.                 Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2.                 Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3.                 Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4.                 Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajarannya yang diterimanya.
5.                 Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
6.                 Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7.                 Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
8.                 Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
9.                 Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
10.             Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan diatas.
Bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut diatas, maka yang dimaksud hubungan kompetensi profesional dengan praktek pendidikan adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru dengan hasil yang baik.

SARAN-SARAN
Dari pembahasan diatas dapat kita petik saran-saran untuk sebagai pendukung guru profesional yang berkompetensi khususnya saat praktek pendidikan, seorang guru harus :
1.                 Mengerti dan menyenangi dunia pendidikan, dan didukung dengan kompetensi profesionalisme.
2.                 Menerapkan prinsip mengajar yang baik saat praktek pendidikan serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pendidikan.
3.                 Mempunyai motivasi mengajar yang baik sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar.
4.                 Berjiwa sabar dan bisa dijadikan suri tauladan bagi anak didiknya, baik dalam berkata maupun bersikap saat praktek pendidikan.
5.                 Memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan suasana sekolah yang kondusif.
6.                 Mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi untuk dunia pendidikan.
7.                 Mempunyai program pengajaran yang jelas dan terarah sesuai dengan kurikulum.
8.                 Berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang santun dan bertanggung jawab.
Demikian tulisan yang sangat sederhana ini, mudah-mudahan bisa memberikan sumbangan pemikiran inovasi demi mencerdaskan kehidupan anak bangsa dan pada akhirnya dapat memberi manfaat bagi kita semua terutama bagi penulis sendiri tentunya.

Pasang Kode Iklan sobat yg berukuran 120 x 600 disini!!!